Tribana

Ini Adalah Blog pribadi saya yang bercerita tentang suka duka menjadi GURU

05.22

Arti Menulis bagi Seorang Remaja

Diposting oleh Tri Bana

Beberapa sumber mengungkapkan, bahwa  budaya menulis di kalangan remaja masih rendah. Bahkan, Taufiq Ismail  mengatakan generasi kita sekarang “lumpuh” menulis. Menurut Taufiq Ismail, kelumpuhkan ini sebagai akibat dari “rabun” membaca. Tentu tidak dapat disangkal  antara aktivitas membaca dan menulis ada hubungan yang signifikan. Pertanyaan kita, apa yang menyebabkan hingga terjadi kelumpuhan dalam  baca-tulis di kalangan generasi muda kita?

Pertanyaannya memang klasik, namun belum terjawab sampai saat ini. Pemerintah pun seperti kurang mengambil langkah nyata untuk menjawab persoalan itu. Harga buku misalnya, masih dirasakan tinggi. Buku pelajaran  sekolah pun dirasakan masih memberatkan. Program buku burah tampaknya masih menjadi wacana politik sedang realisasinya belum jelas. Orang tua masih diberatkan oleh harga buku yang tinggi untuk anaknya yang masih sekolah. Semua itu membuat aktivitas membaca rendah, yang mulanya memang rendah.

            Saat terjadi dialog sesama remaja dan narasumber di TVRI Bali dalam acara “Bukan Debat Kusir” baru-baru ini terungkap beberapa hal yang cukup menarik untuk dijadikan bahan diskusi lebih lanjut. Remaja menolak jika dikatakan budaya menulis di kalangan remaja masih kurang apalagi dikatakan lumpuh. Pernyataan itu terlalu menyudutkan remaja, kata mereka. Beberapa fakta dikemukakan remaja—saat itu hadir remaja anak-anak SMA dan Komunitas Sahaja (kelompok penulis muda)—untuk  menolak pernyataan kurangnya aktivitas menulis di kalangan remaja.

            Seorang siswa mengemukakan pendapat bahwa arti menulis itu jangan selalu diartikan karya tulis yang dipublikasi lewat media massa cetak. Kebiasaan menulis di buku harian masing-masing, misalnya, tentu termasuk aktivitas menulis. Menulis pengalaman pribadi lewat buku harian sekarang ini sudah menjadi bagian dari kehidupan para remaja, kata remaja itu. Kalau saja nantinya catatan-catatan harian ini dirangkai dan diberikan ilustrasi akan bisa menjadi subuah cerita, misalnya cerpen. “Bukankah sudah banyak cerpen lahir dari pengalaman keseharian para remaja?” kata remaja dalam acara debat di stasiun televisi publik itu.

Cukup banyak remaja (termasuk remaja dari Bali)  berhasil memenangkan karya tulis di ajang  bergengsi. Prestasi karya tulis yang dimaksud di sini adalah lomba-lomba karya tulis ilmiah maupun karya tulis fiksi yang pernah diikuti para siswa. Jika mereka diberi motivasi dan diadakan pembinaan, potensi remaja dalam ajang tulis-menulis akan tumbuh kembang. Diperkuat pula, setelah acara rekaman selesai, kepada remaja ditanyakan bagaimana pembinaan di sekolah? Siswa mengaku kurang mendapat pembinaan sebagai mestinya di sekolah.

Karya penulis muda yang tersebar di berbagai toko buku boleh dibilang cukup mewakili remaja yang menekuni tulis-menulis. Sayang, rendahnya minat baca masyarakat kita menyebabkan kehidupan sebagai seorang penulis belum bisa menjanjikan masa depan walau ada sedikit penulis yang mendapatkan uang banyak dari karya tulis yang dihasilkan. Jumlah orang yang penghidupannya dari menulis di Indonesia tidak ada sekaya penulis Harry Potter. Kapan minat baca bangsa kita tinggi, saat itulah akan bermunculan orang-orang  Indonesia yang benar-benar  bisa hidup layak dari karya tulisnya.

Dalam acara televisi publik itu juga terungkap bahawa sistem ujian akhir sekolah (UN) ikut memberi andil kurang berkembangnya budaya menulis bagi remaja khususnya siswa. Walau dalam kurikulum mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ada kegiatan aspek  menulis, guru tidak bisa berbuat banyak karena dalam UN tidak diujikan keterampilan menulis, yang ada hanyalah pengetahuan menulis dengan tes pilihan ganda. Wajar budaya menulis kurang tumbuh dengan baik. Yang bisa tumbuh hanya bibit yang benar-benar unggul, anak hobi menulis.

Salah seorang nara sumber (orang bule) mesinyalir sistem pendidikan sebagai penyebabnya. Materi ujian akhir lebih banyak mengujikan pengetahuan (hapalan)  tidak akan membantu pertumbuhan aktivitas baca-tulis bagi remaja. Anak kurang biasa diajak memperluas wawasan untuk menghadapi masa depan lewat kegiatan membaca dan menuangkan gagasan-gagasan mereka lewat tulisan. Mereka lebih banyak berlatih menjawab berbagai model-model tes dalam ujian—pilihan ganda—ketimbang membaca buku utnuk menambah wawasan berpikir. Hapalan dalam ujian dikatakan lebih banyak memberikan beban kepada remaja daripada manfaat. Saat ujian mereka hapal, beberapa hari berikutnya sudah lupa. Mereka payah menghapalkan sesuatu sedangkan dalam kehidupan nyata tidak banyak dimanfaatkan.

Untuk menumbuhkembangkan aktivitas menulis, para remaja juga mengusulkan agar tugas-tugas menulis lebih diintensifkan. Tugas menulis bukan semata dalam pelajaran bahasa Indonesia saja, tetapi juga pada mata pelajaran lain agar siswa terbiasa menuangkan ide dan pikiran dalam bahasa tulis. Walau mulanya dirasakan pemaksaan, bagi mereka tidak masalah. Pemaksaan yang akhirnya mendatangkan hal yang positif tentu harus diterima. Diumpamakan seperti minum obat atau loloh yang menyembuhkan sakit, tidak selamanya manis  namun banyak yang pahit saat ditelan.

Aktivitas menulis juga menyehatkan pikiran, kata salah seorang nara sumber. Jika unek-unek yang ada dalam pikiran bisa keluar, maka pikiran akan terasa “plong”. Sepertinya penyakit yang ada dalam pikiran keluar. Kita juga belajar jujur, yakni  menyampaikan apa yang bercokol dalam pikiran (otak), tidak memendam sehingga muncul pikiran yang negatif. Selanjunya, terserah pembaca setuju atau tidak setuju  terhadap apa yang ditulis itu. Jadi, sependapat dengan apa yang pernah dikatakan orang bahwa menulis adalah menyehatkan pikiran.

Kalau kita ingin budaya menulis bisa tumbuh-kembang dengan subur di kalangan remaja, sistem  UN  harus ditinjau ulang. Dalam ujian sebaiknya ada uji keterampilan menulis. Kendalanya memang memerlukan waktu untuk memeriksa dan menilai karya tulis itu. Nilai bahasa yang hanya  dengan model soal pilihan ganda tidak akan banyak membuat  siswa terampil menulis karena guru tidak akan melatihkan siswa terampil menulis. Demi lulus ujian, guru akan melatihkan  cara memilih jawaban dalam tes pilihan ganda( a,b,c,d,e).  Pembelajaran keterampilan menulis akan tersisih begitu saja dan dikalahkan oleh latihan  menjawab  tes pilihan ganda.

 

1 komentar:

Elbuy mengatakan...

salam penulis